Sabtu, 12 Maret 2016

Dampak Pemberitaan Unsur Seks Pada Koran Kuning



            Koran merupakan media informasi yang telah dipercaya oleh masyarakat untuk memberikan informasi yang aktual dengan fakta yang dibedah secara mendalam dengan tetap menjunjung tinggi kode etik jurnalistik. Akan tetapi seiring berjalannya waktu koran telah mengalami transformasi yang tidak lagi mengindahkan aturan umum jurnalistik lagi, salah satu kasus yaitu pemberitaan isu-isu seks  yang dibuat lebih vulgar ataupun dengan menambahkan foto-foto yang vulgar juga ataupun pemberitaan yang memihak pada salah satu kubu, bahkan informasi narasumber yang terekspos, contohnya saja pemberitaan yang dimuat oleh koran kuning. Koran kuning sendiri merupakan surat kabar yang cenderung kurang mengindahkan aturan umum jurnalisme dalam pemberitaannya. Unsur ilusi, imajinasi dan fantasi  sangat kental pada koran kuning sehingga membuatnya dikenal sebagai jurnalisme yang menjual sensasi. Unsur sensasionalisme  pada berita sangat kuat, yang kemudian dikenal sebagai karakteristik jurnalisme kuning, seperti yang dikemukakan oleh Conboy (http://eprints.undip.ac.id, 12/03/2016). Bukan hanya dalam aspek sensasional yang diberikan koran kuning tetapi aspek visual yang dimiliki koran kuning juga menuai kontroversi. Sebagai contoh aspek visual yang digunakan oleh surat kabar kuning adalah menurut Conboy: (1) Menakut-nakuti: headline yang memberikan efek ketakutan, ditulis dalam ukuran font  yang sangat besar, dicetak dalam warna hitam atau  merah. Sering memuat berita-berita dengan sumber tidak jelas, (2) menampilkan foto dan gambar berlebihan, dan (3) halaman tambahan suplemen Minggu, yang mengandung komik berwarna biasanya menampilkan artikel dengan topik sepele. Teknik verbal yang melekat di koran-koran kuning, seringkali berisi cerita dan wawancara palsu, judul menyesatkan pseudo-sains, bahkan judul yang penuh dengan kebohongan (http://eprints.undip.ac.id, 12/03/2016). Lampu Merah (Jakarta), Meteor (Semarang), Posko (Manado), Pos Metro (Bogor, Medan, Batam), Merapi (Yogyakarta) merupakan beberapa koran kuning di Indonesia.
            Lampu merah merupakan salah satu koran kuning yang menuai kesuksesannya di Indonesia dari masa reformasi hingga sekarang. Koran ini juga sering dikatakan sebagai koran dengan “bahasa preman” (http://eprints.undip.ac.id, 12/03/2016). Dalam setiap penerbitannya Lampu Merah selalu memberitakan sesuatu hal secara dramatisasi, dan berlaku juga pada pemberitaan terhadap isu seks. Pemberitaan seks yang dibuat dengan judul yang vulgar dan juga berisi gambar yang terlampau vulgar dari aturan jurnalistik, hal tersebut sudah jelas  melanggar kode etik jurnalistik pasal empat yang menyebutkan Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul(http://dewanpers.or.id, 12/03/2016). Dalam konteks cabul itu sendiri dimaksudkan dengan suatu pemberitaan tidak boleh menimbulkan nafsu birahi pada pemberitaanya dalam menggambarkan suatu isu tertentu. Hal-hal seperti ini rupanya bagi kalangan masyarakat golongan menengah ke bawah di Jakarta bukan perihal yang harus diperhatikan secara serius, dikarenakan harga yang sangat terjangkau oleh mereka yaitu hanya seribu rupiah mereka bisa mendapatkan sebuah koran (seperti Lampu Merah, Merapi, Pos Kota) dengan kata-kata nyeletuk” yang dapat dengan cepat mereka resapi, inilah alasan kenapa Lampu merah dan koran kuning lainnya digandrungi masyarakat. Persoalan yang paling ditakuti adalah pemberitaan tentang seks dan iklan-iklan yang berbau seksual dengan sangat terpampang dan terekspos, bagaimana pun juga konsumen koran bukan hanya masyarakat dengan umur di atas delapan belas ke atas walaupun masyarakat dengan usia di bawah delapan belas lebih sedikit menjadikan koran sebagai bahan bacaan mereka akan tetapi dengan terpampang jelas judul berita yang kontroversi ini akan membawa mereka untuk membaca koran tersebut, seperti contohnya judul “Pa****ra Diremas Pria Konak” di Koran Pos Metro , judul berita  ini sangat melengceng dari aturan jurnalisme dan juga diberi kemasan gambar yang terlalu vulgar akan memberi kesan yang tidak enak dilihat karena di dalam kode etik pun gambar yang terlalu vulgar seharusnya diblur sehingga gambar-gambarnya tidak terlihat jelas, walaupun mungkin saja hal-hal tersebut  dibuat untuk menarik perhatian publik. Dampak dari hal tersebut akan sangat terasa bagi anak di bawah umur, bagaimana pun anak di bawah umur tidak bisa disamakan dengan orang dewasa, sedangkan koran kuning ini memuat topik-topik yang seharusnya diperuntukan bagi orang dengan usia diatas umur delapan belas tahun, penjabaran isi berita seks ini pun sangat frontal dan intim bagi anak dibawah umur hal ini juga bisa menyebabkan mereka akan selalu ketagihan membaca berita berbau seksual dan dalam tahap puncak bisa saja mereka mencoba merasakan sensasi seperti yang dijabarakan oleh Koran kuning tersebut bahkan bisa jadi penasaran dengan kata-kata seksual yang ditulis koran tersebut. Kita ketahui sendiri bahwa koran kuning ini walaupun memiliki konten yang seksual tetapi tidak diberi tanda atau peringatan khusus untuk konsumen dengan ketentuan usianya, maka karna itu mereka dengan umur di bawah umur delapan belas tahun bisa leluasa untuk membeli, memiliki, dan membaca tanpa adanya teguran dari masyarakat lainnya. Inilah yang pada akhirnya akan menyebabkan kemerosotan moral bagi anak-anak bangsa, kemerosotan ini akan menyebabkan taraf kehidupan anak bangsa juga akan menngalami penurunan. Maka karna itu hal ini tidak bisa dianggap sebelah mata.
Kita sebagai masyarakat Indonesia tak terutama pembaca, seharusnya bisa jeli dan memilah-milah mana koran yang dapat dikonsumsi mana yang tidak karena dengan membaca kita mendapatkan informasi, juga kritis dalam mengamati kinerja koran kuning tersebut dan juga bagi seorang jurnalis, mereka harus profesional dalam menjalankan tugasnya, karena seorang jurnalis mencari dan menulis sebuah berita bukan hanya untuk menarik perhatian publik dan membuat berita yang bisa saja merusak moral masyarakat yang membaca berita yang mereka buat. 


oleh : Amorita R


Daftar pustaka
http://eprints.undip.ac.id/38469/3/Bab_2.pdf , diakses 12 maret 2016
http://dewanpers.or.id/peraturan/detail/190/kode-etik-jurnalistik, diakses 12 maret 2016


Tidak ada komentar:

Posting Komentar